Mungkin dalam hidup
kita ini, kita pernah berharap menjadi orang lain. Beban kehidupan yang
menghimpit tubuh kita terasa begitu berat, sehingga terkadang kita menengok ke
sisi lain, ke sisi kehidupan orang lain. Terasa menyenangkan kehidupan mereka,
tiada beban, tiada derita.
Tapi mungkin itu hanya dalam pikiran
kita saja!
Alam pikiran merupakan suatu hal
yang penuh misteri. Kita tidak dapat menerka bagaimana alam pikiran seseorang
hanya dengan menengok fisiknya saja. Karena memang kebahagiaan itu ada dalam
hati, bukan berada dalam fisik. Bagaimana mungkin kita dapat mengukur sesuatu
yang tidak bisa diukur dengan ukuran fisik, yaitu kebahagiaan. Tiada ukuran
yang pasti tentangnya.
Jika ditanyakan kepada seseorang
tentang dirinya, saya rasa setiap orang mempunyai keluhannya masing-masing.
Karena hidup itu sendiri sudah merupakan ujian. Walaupun sekecil apapun, setiap
orang pernah mengalami saat-saat terpuruk dalam hidupnya. Saat-saat yang
membuatnya terjatuh dan terhempas. Dan saat-saat dia merasa kehilangan
keseimbangan dia merasa kehidupan orang lain itu menyenangkan. Tapi mungkin dia
tidak menyadari, di sisi lain, ada orang
yang sedang dia irikan juga bermimpi
menjadi dirinya.
Saya punya seorang guru bahasa
Inggris. Seorang guide. Beliau orangnya selalu ceria. Dengan jenggot yang lebat
dan pakaian jubah membawa kekhasan pada dirinya. Mungkin beliau adalah satu
dari seribu guide yang berpenampilan unik seperti itu. Atau mungkin beliau
adalah satu-satunya guide di Indonesia yang berpenampilan unik seperti itu.
Dia
bercerita bahwa dia menolak pekerjaan untuk mengelola sebuah wisata travel
dengan gaji lima sampai dengan enam jutaan, karena dia merasa nyaman dengan
kemerdekaannya. Dia lebih senang hidup dengan kebebasan tanpa terikat oleh
pekerjaan walau penghasilannya sendiri tidaklah menentu. Dia juga pernah
bercerita bahwa idealismenya dalam bidang agama melarangnya menerima pekerjaan
tersebut.
Mungkin orang berkata, wah, itu
pilihan yang salah. Bagaimana mungkin Beliau menolak kesempatan sebagus itu dan memilih hidup dengan penghasilan tidak menentu? Tapi
itu pilihan hidupnya. Pilihan hidupnya membawanya pada kebahagiaan. Mungkin beliau adalah orang yang berprinsip hidup kita adalah tugas kita sendiri untuk mengisinya. Kita tidak bisa membiarkan standar kebahagiaan orang lain menjadi standar kita. Setiap orang itu unik, dan memiliki standar kebahagiaannya sendiri. Kita bisa meniru atau mengimitasi
kehidupan orang lain, namun kita tidak bisa menjadi orang lain.
Saya mengibaratkan kehidupan kita itu seperti gelas yang berisi air. Walaupun gelas kita hanya setengah
isinya, namun tetap itu adalah milik kita. Kita tidak bisa merebut gelas orang
lain yang penuh, karena cemburu. Tapi tugas kita adalah mengisi air dalam gelas
kita agar bisa sepenuh gelas orang lain, tanpa perlu merebut gelas orang lain
tersebut.
Mari sama-sama menikmat gelas berisi
air yang kita miliki dengan keikhlasan dan kesyukuran kepada Allah. Niscaya
Allah akan menambah air dalam gelas kita. Percayalah!