Selasa, 18 Oktober 2011

Tips-tips Menghindarkan Kekecewaan karena Piutang


Suatu hari seseorang, sebut saja namanya mister Fulan meminjamkan uangnya kepada seseorang karena kasihan. Mister Fulan ini berniat baik dengan dasar keinginan membantu orang tersebut yang lagi membutuhkan.
                Bulan demi bulan berlalu, mister Fulan menunggu dengan sabar. Sampai akhirnya kesabarannya habis. Dia lalu datang menagih kepada si peminjam. Peminjam berkata agar mister Fulan bersabar, karena pengakuannya dia tidak punya uang.
                Tapi mister Fulan heran karena si peminjam tersebut baru saja menjual tanah dan rumahnya yang jumlahnya berpuluh-puluh kali lipat dari utangnya. Menurut pemikiran mister Fulan seharusnya si peminjam punya uang. Tapi dia tidak ingin memaksa dan marah kepada si peminjam.
                Bulan demi bulan berlalu, tahun demi tahun berlalu. Mister Fulan yang dulunya baik hati dan ramah tamah tidak dapat menahan kesabarannya. Dia datang ke tempat si peminjam dan menagih uangnya dengan perkataan sehalus mungkin. Si peminjam pun berjanji akan mengembalikannya beberapa waktu kemudian. Rianglah hati mister Fulan.
                Tak disangka, di waktu yang dijanjikan mister Fulan harus mendapatkan kekecewaan. Sang peminjam yang dulu berjanji kepadanya hilang entah ke mana. Remuk sudah kepercayaan mister Fulan, dia tidak seperti dulu lagi, yang suka membantu orang lain saat dibutuhkan.
                Seorang penulis buku pernah menuliskan sebuah tips dalam meminjamkan uang kepada orang lain “ Janganlah meminjam kalau masih berharap untuk dikembalikan”. Kata penulis lainnya bahwa “Jangan pernah meminjamkan uang kepada orang lain, tapi berikanlah saja dengan ikhlas tanpa ada harapan dikembalikan”. Ini karena masalah utang piutang sangat tidak menyenangkan. Ditolak segan, menagih tidak enak, tidak dikembalikan bisa memutuskan tali silaturrahim.
Tidak menyenangkan bukan mengalami hal tersebut? Berikut ini ada beberapa tips untuk menghindar dari kekecewaan karena berutang :
1.       Niatnya udah betul belum?

Dari Amirul Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khottob rodiyallohu’anhu) dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wassalam bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’” (Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits; Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin Mughiroh bin Bardizbah Al-Bukhori dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusairy An-Naisabury di dalam kedua kitab mereka yang merupakan kitab paling shahih diantara kitab-kitab hadits)[
                Kalau niatnya bukan karena Allah maka meminjamkan uang sebaiknya diurungkan saja. Karena hasilnya bisa jadi menjadi sebuah dosa.
2.       Tahu gak ajaran orang berutang itu juga punya hak-hak?
Hak-hak orang berutang di antaranya :
a.       Menagih dengan cara yang baik
“Semoga Allah merahmati seseorang yang memberi kelapangan ketika menjual, ketika membeli dan ketika menagih haknya (utangnya).” (HR. Bukhari no. 2076)
b.      Memberi tenggang waktu bagi orang yang kesulitan
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 280)
“Barangsiapa memberi tenggang waktu bagi orang yang berada dalam kesulitan atau bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapat naungan Allah.” (HR. Muslim no. 3006)
3.       Tahu gak ternyata memberi utang mempunyai banyak manfaat?
a.       Diberi kemudahan dunia dan akhirat
Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup ‘aib seseorang, Allah pun akan menutupi ‘aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut menolong saudaranya. (HR. Muslim no. 2699)
b.      Ketika kita memudahkan menagih utang kita termasuk (insya Allah) dalam doa nabi
رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ ، وَإِذَا اشْتَرَى ، وَإِذَا اقْتَضَى
Semoga Allah merahmati seseorang yang bersikap mudah ketika menjual, ketika membeli dan ketika menagih haknya (utangnya).” (HR. Bukhari no. 2076)
c.       Mendapatkan fasilitas naungan Allah (insya Allah)
مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ
“Barangsiapa memberi tenggang waktu bagi orang yang berada dalam kesulitan untuk melunasi hutang atau bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapat naungan Allah.” (HR. Muslim no. 3006)
d.      Dapat pahala dobel, bersedekah dan pahala mengutangkan
Dari Sulaiman bin Buraidah dari ayahnya,
“Barangsiapa memberi tenggang waktu pada orang yang berada dalam kesulitan, maka setiap hari sebelum batas waktu pelunasan, dia akan dihitung telah bersedekah. Jika utangnya belum bisa dilunasi lagi, lalu dia masih memberikan tenggang waktu, maka setiap harinya dia akan dihitung telah bersedekah semisal tadi.” (HR. Ahmad, Abu Ya’la, Ibnu Majah, Ath Thobroniy, Al Hakim, Al Baihaqi. Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 86 mengatakan bahwa hadits ini shohih)
e.      Mendapatkan ampunan Allah (insya Allah)
Dari Hudzaifah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Beberapa malaikat menjumpai orang sebelum kalian untuk mencabut nyawanya. Kemudian mereka mengatakan, “Apakah kamu memiliki sedikit dari amal kebajikan?” Kemudian dia mengatakan, “Dulu aku pernah memerintahkan pada budakku untuk memberikan tenggang waktu dan membebaskan utang bagi orang yang berada dalam kemudahan untuk melunasinya.” Lantas Allah pun memberi ampunan padanya.” (HR. Bukhari no. 2077)

4.       Tahukah kita keutamaan bersabar pertama kali?
Sabar yang sebenarnya ialah sabar pada saat bermula (pertama kali) tertimpa musibah. (HR. Bukhari)

5.       Yang terakhir kita harus menyadari bahwa itu semua adalah takdir, dan menyesalinya adalah perbuatan tidak terpuji. Menyesali sesuatu hal hanya akan membawa dosa bagi kita.
a.       Semua adalah takdir Allah
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkanAllah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal."
b.      Bahaya berandai-andai
Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada seorang mukmin yang lemah dalam segala kebaikan. Peliharalah apa-apa yang menguntungkan kamu dan mohonlah pertolongan Allah, dan jangan lemah semangat (patah hati). Jika ditimpa suatu musibah janganlah berkata, "Oh andaikata aku tadinya melakukan itu tentu berakibat begini dan begitu", tetapi katakanlah, "Ini takdir Allah dan apa yang dikehendaki Allah pasti dikerjakan-Nya." Ketahuilah, sesungguhnya ucapan: "andaikata" dan "jikalau" membuka peluang bagi (masuknya) karya (kerjaan) setan." (HR. Muslim)
c.       Pena telah diangkat
Dari Abul Abbas Abdulloh bin Abbas rodhiallohu ‘anhuma beliau berkata: Suatu hari aku berada di belakang Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam Lalu beliau bersabda , “Nak, aku akan ajarkan kepadamu beberapa patah kata: Jagalah Alloh, Niscaya Dia akan senantiasa menjagamu. Bila engkau meminta sesuatu, mintalah kepada Alloh, dan bila engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Alloh. Ketahuilah, jika semua umat manusia bersatu padu untuk memberikan suatu kebaikan kepadamu, niscaya mereka tidak dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah ditulis oleh Alloh bagimu, dan jika semua umat manusia bersatu padu untuk mencelakakanmu, niscaya mereka tidak dapat mencelakakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah ditulis oleh Alloh bagimu. Pena telah diangkat dan catatan-catatan telah mengering.” (HR Tirmidzi Dia berkata , “Hadits ini hasan shohih”)

Wallahu a’lam

Senin, 17 Oktober 2011

Bantulah Saudaramu dengan Tidak bertanya


Orang Indonesia memang mempunyai karakter dan kelebihan yang unik. Karena rasa sayang yang tinggi kepada saudaranya, mereka sering menanyakan hal-hal yang sangat privasi. Pertanyaan-pertanyaan tersebut kadang diulang-ulang sampai yang ditanyakan menjadi jenuh.
Pertanyaan tersebut misalnya :
                “Kok kamu gak lulus kuliah, kamu kan pintar?”
                “Kapan kerja?”
                “Kapan punya anak?”
                “Kapan naik haji kayak aku?”
                “Kapan nih kamu beli rumah? Aku bisa kamu juga bisa.”
                Dan pertanyaan lainnya.
                Terkadang saya berpikir, mungkin ada di antara kita yang suka menanyakan hal seperti itu dengan tujuan mengakrabkan diri. Dengan memasuki area privasi seseorang, kita ingin orang tersebut mengerti bahwa kita peduli dengan kehidupan pribadinya.
                Sayangnya, kebanyakan dari kita tidak memikirkan efek dari pertanyaan tersebut. Apakah dengan bertanya tersebut apakah membawa kebaikan kepada orang yang kita tanya atau tidak, atau mungkin membawa kebaikan kepada diri kita sendiri.
                Kadang-kadang, sebagian orang tidak menjelaskan alasan mengapa mereka tidak melakukan sesuatu, tapi saya rasa sebagian orang punya alasan untuk hal-hal yang tidak dia lakukan. Dan tentu saja dia berhak untuk tidak menjelaskan alasan-alasannya.
                Dalam suatu hadits disebutkan :
Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada seorang mukmin yang lemah dalam segala kebaikan. Peliharalah apa-apa yang menguntungkan kamu dan mohonlah pertolongan Allah, dan jangan lemah semangat (patah hati). Jika ditimpa suatu musibah janganlah berkata, "Oh andaikata aku tadinya melakukan itu tentu berakibat begini dan begitu", tetapi katakanlah, "Ini takdir Allah dan apa yang dikehendaki Allah pasti dikerjakan-Nya." Ketahuilah, sesungguhnya ucapan: "andaikata" dan "jikalau" membuka peluang bagi (masuknya) karya (kerjaan) setan." (HR. Muslim)
                Ada point penting dalam hadits tersebut, yaitu perihal menerima takdir dan perihal larangan berandai-andai.     Beriman kepada takdir Allah merupakan hal yang penting dalam agama, dan kita dilarang untuk berprasangka buruk kepada takdir Allah.
                Terkadang kita menanyakan kepada seorang teman atau keluarga mengenai takdir, tanpa kita mengerti masalah yang dia hadapi. Misalnya saja kita bertanya kepada seseorang yang tidak naik haji, sementara menurut kita dia mampu. Atau kita bertanya kepada seseorang yang tidak lulus kuliah sementara menurut kita dia pintar padahal kita tidak tahu alasannya.
                Mungkin saja alasannya seseorang tersebut tidak naik haji karena dia dia suka membantu keluarganya yang fakir.  Atau mungkin saja alasannya seseorang itu tidak lulus karena dia ada masalah keuangan, atau banyak hal2 yang lainnya yang tidak kita ketahui.
                Mungkin saja bila kita bertanya-tanya kepada seseorang akan membuat dirinya berandai-andai.  Berandai-andai bila dia tidak membantu keluarganya yang fakir mungkin saja dia bisa naik haji. Atau bila dia kaya mungkin saja dia bisa melanjutkan kuliahnya.  Dan itu akan membuka peluang masuknya setan dalam pikirannya, dan akhirnya membawa dia ke jurang dosa dan perasaan tidak bersyukur. Padahal kita sendiri menganggap pertanyaan kita adalah pertanyaan yang sepele dan tidak berakibat apa-apa.
                Kalau sudah begitu, masihkah kita tidak berhati-hati bila hendak menanyakan sesuatu kepada saudara kita?
                Bantulah Saudara kita dengan tidak bertanya hal yang membuatnya tidak bersyukur dan jatuh dalam jurang dosa.
                Wallahu a’lam.
Orang Indonesia memang mempunyai karakter dan kelebihan yang unik. Karena rasa sayang yang tinggi kepada saudaranya, mereka sering menanyakan hal-hal yang sangat privasi. Pertanyaan-pertanyaan tersebut kadang diulang-ulang sampai yang ditanyakan menjadi jenuh.
Pertanyaan tersebut misalnya :
                “Kok kamu gak lulus kuliah, kamu kan pintar?”
                “Kapan kerja?”
                “Kapan punya anak?”
                “Kapan naik haji kayak aku?”
                “Kapan nih kamu beli rumah? Aku bisa kamu juga bisa.”
                Dan pertanyaan lainnya.
                Terkadang saya berpikir, mungkin ada di antara kita yang suka menanyakan hal seperti itu dengan tujuan mengakrabkan diri. Dengan memasuki area privasi seseorang, kita ingin orang tersebut mengerti bahwa kita peduli dengan kehidupan pribadinya.
                Sayangnya, kebanyakan dari kita tidak memikirkan efek dari pertanyaan tersebut. Apakah dengan bertanya tersebut apakah membawa kebaikan kepada orang yang kita tanya atau tidak, atau mungkin membawa kebaikan kepada diri kita sendiri.
                Kadang-kadang, sebagian orang tidak menjelaskan alasan mengapa mereka tidak melakukan sesuatu, tapi saya rasa sebagian orang punya alasan untuk hal-hal yang tidak dia lakukan. Dan tentu saja dia berhak untuk tidak menjelaskan alasan-alasannya.
                Dalam suatu hadits disebutkan :
Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada seorang mukmin yang lemah dalam segala kebaikan. Peliharalah apa-apa yang menguntungkan kamu dan mohonlah pertolongan Allah, dan jangan lemah semangat (patah hati). Jika ditimpa suatu musibah janganlah berkata, "Oh andaikata aku tadinya melakukan itu tentu berakibat begini dan begitu", tetapi katakanlah, "Ini takdir Allah dan apa yang dikehendaki Allah pasti dikerjakan-Nya." Ketahuilah, sesungguhnya ucapan: "andaikata" dan "jikalau" membuka peluang bagi (masuknya) karya (kerjaan) setan." (HR. Muslim)
                Ada point penting dalam hadits tersebut, yaitu perihal menerima takdir dan perihal larangan berandai-andai.     Beriman kepada takdir Allah merupakan hal yang penting dalam agama, dan kita dilarang untuk berprasangka buruk kepada takdir Allah.
                Terkadang kita menanyakan kepada seorang teman atau keluarga mengenai takdir, tanpa kita mengerti masalah yang dia hadapi. Misalnya saja kita bertanya kepada seseorang yang tidak naik haji, sementara menurut kita dia mampu. Atau kita bertanya kepada seseorang yang tidak lulus kuliah sementara menurut kita dia pintar padahal kita tidak tahu alasannya.
                Mungkin saja alasannya seseorang tersebut tidak naik haji karena dia dia suka membantu keluarganya yang fakir.  Atau mungkin saja alasannya seseorang itu tidak lulus karena dia ada masalah keuangan, atau banyak hal2 yang lainnya yang tidak kita ketahui.
                Mungkin saja bila kita bertanya-tanya kepada seseorang akan membuat dirinya berandai-andai.  Berandai-andai bila dia tidak membantu keluarganya yang fakir mungkin saja dia bisa naik haji. Atau bila dia kaya mungkin saja dia bisa melanjutkan kuliahnya.  Dan itu akan membuka peluang masuknya setan dalam pikirannya, dan akhirnya membawa dia ke jurang dosa dan perasaan tidak bersyukur. Padahal kita sendiri menganggap pertanyaan kita adalah pertanyaan yang sepele dan tidak berakibat apa-apa.
                Kalau sudah begitu, masihkah kita tidak berhati-hati bila hendak menanyakan sesuatu kepada saudara kita?
                Bantulah Saudara kita dengan tidak bertanya hal yang membuatnya tidak bersyukur dan jatuh dalam jurang dosa.
                Wallahu a’lam.