Konon manusia memikirkan 50 ribu
sampai 60 ribu hal setiap harinya. Otak bisa jadi mirip seperti gerak
transportasi di kota Jakarta, bisa macet dan melambat namun sesungguhnya tak
pernah berhenti.
Setiap manusia tenggelam dalam
alam pikirannya sendiri, bahkan pada saat kita mengatakan diri kita tidak
sedang berpikir, sebenarnya kita sesungguhnya memikirkan sesuatu. Pikiran itu
memenuhi laci laci otak, memenuhinya, dan terkadang tanpa disangka mereka sudah
menyesakkan laci otak kita
Kasihannya, sebagian manusia mengalami
kebingungan luar biasa mengelola pikirannya. Sebagian kita lebih sibuk
mengelola fisik namun terkadang pikiran seringkali lebih penting daripada
fisik. Akhirnya, laci pikiran yang tak terawat pun membusuk. Pikiran yang
membusuk bagaikan kanker yang sulit diobati. Mereka bahkan lebih mirip bom
waktu, ledakannya tak terduga dan kerusakannya tak terkira. Akhirnya
‘korban-korban’ pun berjatuhan.
Pikiran yang secara terus menerus
mengalir dalam otak memerlukan penyaluran. Bisa dibayangkan sesuatu yang
mengalir bila terhambat, mungkin mirip dengan got hitam busuk yang tak
menemukan penyalurannya. Akumulasi itu melahirkan stress, kegilaan, kesehatan
yang menurun serta tindakan tindakan yang tak terduga.
Manajemen
Pikiran
Suatu saat, seorang supir taksi
mengemudikan kendaraannya di tengah jalan kota yang cukup padat. Sebagian
penduduk kota tersebut telah terbiasa meluapkan kemarahannya secara frontal.
Walaupun demikian, emosi mereka cepat mereda ketika 'lawannya' tak turut menanggapi
secara frontal pula.
Di jalan yang begitu padat,
insiden kecil seringkali sulit dihindari. Supir taksi tersebut ketika
menjalankan kendaraanya hampir saja menyenggol mobil yang ada di hadapannya.
Pengendara mobil yang hampir
bersenggolan marah besar. Dia menghentikan mobilnya, dan mengajak supir taksi
bertengkar dengan mengeluarkan kata-kata kasar.
Namun, supir taksi tersebut malah
tersenyum. Dia melambaikan tangan, tersenyum dan menyapa ramah. Dia kembali
melajukan kendaraannya, terlihat tenang dan tak lagi memikirkan masalah
tersebut.
Penumpang taksi yang bukan penduduk asli kota
tersebut merasa takjub dengan perilaku supir. Dia bertanya dengan sopan.
"Paman, mengapa engkau tak
membalas perkataan orang tersebut tadi?" Tanyanya.
Supir taksi tersebut menjawab
tenang.
"Terkadang setiap orang
membawa 'sampah' yang dia bawa ke mana-mana dan menumpahkannya di tempat yang
tak sepantasnya. 'Sampah' itu adalah masalah dalam pikiran, mungkin berasal
dari rumah, dari tempat kerja atau dari mana saja. Bisa jadi orang tadi seperti
itu. Saya tak mau menerima 'sampah' orang tersebut dan membawanya."
Begitulah, terkadang seseorang
membawa 'sampah' pikiran dan menunggu saat menumpahkannya. Dia akan menumpahkan
hanya karena terpicu masalah kecil.
Terkadang ketika seseorang marah
kepada kita, sejatinya bukanlah semata-mata karena perbuatan kita. Dia hanya
mencari 'trigger', sehingga pelatuknya bisa melemparkan peluru kemarahannya.
Mirip dengan kisah seorang bos yang tak bisa marah di hadapan istrinya,
akhirnya pelampiasannya kepada bawahannya yang berada di bawah kekuasaannya.
Untuk mengatur pikiran sejatinya
kita harus mengatur informasi yang masuk ke dalam pikiran kita. Beragam
informasi yang bersifat sampah tak bisa diharapkan menjadi barang yang berguna.
Pikiran, selayaknya laci, perlu
untuk diatur. Masukkanlah barang yang berguna, dan keluarkan barang yang tak
penting. Kita harus selalu menyediakan kunci karena tak semua informasi harus
masuk ke dalam laci pikiran kita.
Tetaplah
tenang
Hidup
terkadang tak menawarkan hal yang indah kepada kita selain ketegangan yang
menumpuk-numpuk. Namun, apapun yang terjadi tetaplah bersikap tenang.
Seseorang
yang kehilangan ketenangan, ibarat seseorang yang membiarkan tsunami informasi
buruk yang meluluhlantakkan pikirannya.
Kembali
merenungi makna hidup dan hakekat hamba, menjadi resep jitu menghadapi kerasnya
hidup. Ingatlah, Tuhan selalu memberikan kita kemampuan mencari jalan keluar
dalam setiap permasalahan. Tetaplah percaya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar