Senin, 19 Januari 2015

Memeluk Rindu di Danau Tanralili

(bagian kedua)




Perjalanan pun dimulai sekitar pukul 08.00 sabtu pagi. Kaki-kaki kami melangkah menyusuri jalan-jalan basah, ditemani kerinduan hati pada alam yang berbisik lembut kepada kami. Alam yang indah dan menawarkan senyum kepada kami di pagi itu.

Perjalanan diawali dengan menyusuri danau kecil. Setelahnya kami melewati jalan kecil yang di sampingnya dibangun batu-batuan yang bersusun. Cuaca cerah ditemani panas yang sedikit malu-malu menyengat kulit kami. Namun, pemandangan alam yang indah memanjakan mata kami. Pegunungan yang seringkali membuat kamu rindu untuk melangkah lagi.

Di jalan yang kami lewati, terlihat berjejeran air terjun yang indah menempel di bebukitan. Indah dan membuatku berpikir untuk menamakannya keajaiban alam ke -8. Atau mungkin pegunungan seribu air terjun. Saya yang memang sangat menyukai air terjun, memuaskan pandangan mata dengan air-air terjun yang kamu lalui di perjalanan kami.

Di belakang kami, tim pendaki yang kami temui di rumah Daeng Tawang ikut menyusul. Perjalanan mereka sedikit terhambat ketika seorang pendaki cewek mengeluh sakit perut karena penyakit maag. Kasihan, padahal perjalanan masih cukup jauh. Nuzul yang membawa obat, memberikannya kepada cewek tersebut.

Perjalanan kami lanjutkan. Namun, tapak-tapak kaki kami yang tadinya riang menyusuri jejalan, mendadak menjadi terasa lebih berat. Memandang ke atas, kami melihat jalan mendaki yang akan kami tempuh. Bekas longsoran yang mengingatkanku pada pendakian ke puncak Semeru, Mahameru. Beberapa kali kami melangkah, namun bebatuan itu bergeser oleh jejak langkah kami. Walaupun terasa lelah, namun bukan saatnya menyerah.

Kami harus berjalan terus, melangkah menuju impian kami.

Danau Tanralili menunggu kami di sana.

Di depan sana, Asri, lelaki berbadan imut namun dengan tekat yang sekuat baja, melangkah lebih jauh meninggalkanku dan beberapa kawan. Dia memang seperti mempunyai tenaga cadangan. Sementara beberapa sahabat masih asyik berfoto-foto ria, sehingga langkah mereka melambat. Upps, entah berapa lama, akhirnya bisa juga aku melewati jalan terjal ini.

Alam semakin banyak menawarkan keindahan alam di langkah-langkahku berikutnya. Indah, namun mengandung sebuah pesan. Beberapa area longsoran terlihat di beberapa jalan yang kami lewati. Kampung Lengkese memang pernah mengalami ujian longsor pada tahun 2004. Puluhan orang dinyatakan hilang pada waktu itu. Bencana itu menelan korban jiwa sebanyak 33 orang, menimbun 11 rumah warga, 1 Sekolah Dasar, dan satu masjid.

Bahkan, konon danau Tanralili yang akan kami datangi merupakan buah dari proses alam tersebut. Danau yang konon menyimpan endapan longsoran itu, menjadi saksi bisu peristiwa alam yang terjadi satu dasawarsa yang lalu.

Manusia memang harus selalu meminta perlindungan kepada Allah, Sang Maha Pencipta. Karena alam yang indah bisa menjadi sahabat, bisa pula memberikan pesan bila kita tak terus menjaga dan memohon pertolongan kepada-Nya.

Tiba-tiba aku merasa rindu, rindu pada alam yang telah lama tak aku jejaki.
(Bersambung)

Tidak ada komentar: